Thematic Apperception Night [Chapter XII]

Standard

Image

ImageImage

AMBER POV

Sebulan ini kami tak berhenti berkerja, stage on air, off air, pemotretan, MC-ing, iklan, menghadiri undangan-undangan dan serangkaian latihan ketat untuk sebuah festival yang akan segera kami hadiri, kurasa tahun ini merupakan tahun tersibuk kami selama empat tahun terakhir. Satu bulan, waktu yang cukup untuk membuat luka Krystal hampir sembuh sempurna, hanya saja bekas lukanya masih terlihat cukup jelas, mengingat arah panah yang menusuknya sedikit naik ke atas, merobek daging juga meretakkan tulang iga belakangnya.

Tak banyak yang terjadi setelah hari itu. Benar-benar hanya latihan dan bekerja. Syukurlah dalam satu bulan ini kami masih diberikan waktu luang, meski waktu luang itu lebih banyak hanya setengah hari. Hampir seluruh waktu luang tersebut kuhabiskan dengan bermain bersama teman-temanku tapi tidak dengan Krystal, sepertinya ia hampir tak memiliki waktu luang. Pemotretan, kurasa itu makanan sehari-harinya. Ia selalu berangkat pagi dari rumahnya, beberapa kali aku menemaninya tapi ia tak pernah menyukainya. Ia mengatakan bahwa ia tak suka membuat orang lain menunggunya, padahal bagiku cukup duduk dari jarak sepuluh meter sambil melihatnya sudah merupakan salah satu kegemaranku, sekali lagi, she’s my hobby.

Aku bermain dengan rubikku, di sisi Min yang sedang sibuk dengan play stationnya.

“Maukah kau berhenti untuk bermain-main dengan fikiramu, Am?” aku tak begitu mencerna kalimatnya, kususun kembali satu persatu kata yang kudengar, satu persatu kata yang keluar dari mulut Min, dan menyusun strukturnya untuk kupahami. Ternyata hanya pertanyaan sederhana.

“Aku bermain dengan rubikku, Min, tidakkah kau lihat?” setidaknya aku tak berbohong, aku bermain dengan rubik berwarna silver miliku.

“Dalam waktu satu jam dan tak ada satu sisipun yang selesai?” dia tidak sedang menyudutkanku, Min tak pernah menyudutkanku. Tapi entah, aku tak pernah banyak ingin membicarakan sesuatu yang terlalu dalam kepada seseorang, meskipun itu sahabatku sendiri.

“Apa kau baik-baik saja dengan kekasihmu?” ia melanjutkan ucapannya, membiarkan pertanyaan sebelumnya tak terjawab olehku. Sudah kubilang, ia tak pernah menekanku.

“Kurasa tidak akan pernah ada kata ‘baik-baik saja’ jika kau seorang wanita yang mencintai seseorang yang juga wanita” Min duduk bersandar di sampingku. Aku meraih soda kalengan yang penuh dengan embun namun sudah tak terlalu dingin, ternyata hanya tersisa untuk satu teguk, kubuka kaleng baru, yang sama-sama sudah tidak dingin lagi dan meminumnya hingga setengah.

“Kurasa akan cukup baik-baik saja jika aku yang menjadi kekasihmu” Min terkekeh geli. Begitukah? Sepertinya tidak salah juga yang baru saja ia katakan.

Mengingat yang kucintai bukanlah gadis yang ‘mudah’ aku mencintai seseorang yang terlalu… mmm… aku tak pernah punya kata yang tepat untuk Krystal. Mungkin ia terlalu ‘kuat’, ia terlalu memikatku, dengan cara yang tak kupahami ia menyedot energiku. Bagaimana bisa aku mencintai seseorang yang memenggal-menggal napasku dengan tak beraturan, yang membuat mulutku terasa kering sedangkan tanganku basah karena alasan yang tak pasti, tapi itulah yang membuatku tak pernah bosan padanya, aku benar-benar tak pernah merasa bosan jika bersamanya. Ia sungguh lebih sulit jika dibandingkan dengan rubik jenis apapun, ia lebih melelahkan dibandingkan dengan olah raga apapun, sepertinya setiap aku sedang bersamanya, feels like I’m going under, yet I know she’s absolutely a jewel, Krystal Jung.

 

Sunlight’s gone

The night is on

Chillin’ on the weekend

On the dance floor

Scream and shout

It’s just human nature

The time is now

The world is mine

Can’t wait one more hour

Ain’t play around

It’s going down

I can feel the power

Ou oaa I’m not gonna

Ou oaa I’m not gonna

Aku menekan tombol hijau ponselku yang berdering cukup lama.

Yes, Oppa. Arra, arraso, Oppa

“Apakah kau harus selama itu mengangkat telepon, Am? Atau kau tak suka managermu?” ia membuka salah satu dari beberapa bungkus snack yang masih utuh.

“Tak apa, Min. hanya saja ia pernah beberapa kali memberi kabar tak sedap padaku, dan terkadang memarahiku”

“Kurasa kau bukan tipe orang yang harus dimarahi”

“Kau tahukan terkadang aku keras kepala?”

“Dan pada akhirnya kau yang mengalah”

“Dan akhirnya aku yang kalah, kau benar”

“No, Am. Mengalah itu sama sekali bukan kalah. Like wonder is not wondering, right? Dua kata yang sangat berbeda”

“Min, thank you

So what did your manager say?”

“I’ve to meet him and the members, I have to go now, Min”

“So we just spend the time like this?” Min mengatupkan mulutnya dan menyipitkan matanya.

“But sometimes I need this way to spend the time, Min”

“Emptying your head and drink three cans of soda?”

“Emptying my head, drinking three cans of soda, but the point is I do the things with-you” Kukedipkan sebelah mataku padanya. Ia berdiri, merapihkan pakaiannya yang sedikit berantakan dan berjalan ke arah pintu. Ia mengenakan sandalnya.

“Kau mau mengantarku?” ia mengangguk sambil membuka pintu.

No needs” aku memeluknya, ia mengusap-usap punggungku beberapa kali.

Have a good day, my ninja!”

“You too” jawabku sambil melambaikan tanganku padanya.

Min tinggal di lantai dua, membuatku tak memerlukan elevator untuk menuju parkiran. Aku berjalan menuju Chevrolet hitam milih Vic. Entah apa alasannya SM belum mengizinkanku memiliki kendaraan. Kurogoh sakuku untuk meraih kunci mobil dan menekan tombolnya.

Buk. Kututup pintu mobil ini, memasukkan kunci.. What is that? Kubuka kembali pintu mobil dan segera mengambil sebuah amplop cokelat yang diselipkan diantara wiper. Dengan cepat aku membuka isinya.

Image

Holly Jesus. Seketika keringat dingin mengalir disekujur tubuhku.

KRYSTAL POV

Semua telah berada di ruang meeting, Manager Oppa dan tiga staf SM lainnya juga para member. Namun Amber belum juga tiba. Aku tak ingin menghubunginya karena Vic Unnie mengatakan bahwa ia pergi dengan mengendarai mobil. Hhhh.. entahlah seperti ada sesuatu yang mengganjal, seharian ini aku bahkan belum membalas pesan singkat darinya. Tanpa berkata-kata sebelumnya aku keluar dari ruang meeting ini, turun melalui tangga menuju pintu belakang. Aku berdiri pada pintu belakang yang seluruhnya terbuat dari kaca sehingga aku bisa melihat keluar dengan jelas, memudahkanku untuk tak harus keluar dari gedung ini.

Kuputuskan untuk duduk pada salah satu anak tangga, berharap Amber segera datang.

“Apa yang lakukan disini, Krys?” salah seorang staf SM berjalan menuju pintu keluar.

“Menunggu Amber”

“Oh baiklah, aku mau ke minimarket, apakah kau mau menitip sesuatu?”

No, Unnie, terimakasih” kukembalikan fokus pandanganku pada luar gedung ini.

Ah, Amber! Aku segera berdiri dan menuruni sisa anak tangga yang berada di bawahku. Ia menempelkan ibu jarinya pada mesin finger print yang berada disamping pintu.

Please try again

 Mesin itu menolak sidik jari Amber, kuputuskan untuk segera menekan tombol buka dari dalam, membiarkannya masuk tanpa harus mengulangi ritual checking finger print agar dapat masuki gedung ini. Kuraih telapak tangannya, aku tahu, pasti tangannya basah, itu yang membuat mesin finger print itu menolak sidik jarinya.

“Amber, gwaenchana?” tangannya terasa dingin, wajahnyapun sedikit pucat. Ia tersenyum dan melompat-lompat di tempat beberapa kali.

“Kau hanya melakukan hal tersebut jika kau gugup bukan?”

I’m good, dear. Just want to go to the toilet, hehe” aku tahu sedang ada yang ia sembunyikan, tetapi sungguh hanya membuang-buang waktu jika aku memaksa dirinya untuk menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan. Kurasa akhir-akhir ini ia semakin tak banyak bicara, dan aku tak banyak memiliki waktu untuk menemaninya, aku sungguh menyesal.

Homesick or something?” aku memancing pembicaraan, aku memegang tangannya, berjalan menuju ruang meeting.

Uhuh maybe

So that kind of sickness is good” aku tersenyum ke arahnya karena aku tahu rindunya akan rumah akan segera terobati.

Off course, we are going to America tomorrow night, right?” matanya yang berat sedikit terbuka lebar.

Absolutely!” Jawabku dengan semangat. Ia masuk ke dalam toilet, aku menunggunya di luar. Tak lama ia keluar dari dalam toilet, aku melepas topinya dan menyeka keringatnya dengan lengan bajuku, wajahnyapun terasa dingin.

Kubuka pintu ruang meeting kecil ini. Semua telah menunggu, kami duduk bersampingan. Rapat dibuka seperti biasa, namun aku sedikit kesulitan berkonsentrasi karena memperhatikan keadaan Amber yang terlihat kurang baik-baik saja.

“Soojung-ah!” Oh Gosh, Sulli menepuk bahuku. Ternyata sedari tadi ia memperhatikanku yang sedang memperhatikan Amber. Kuharap panggilannya yang mengejutkanku bisa membuat konsentrasiku baik kembali.

“.. selain tampil di SXSW, rencana Mnet meliput kalian dan membuatkan reality show sudah dipastikan masuk ke dalam jadwal kalian” Manager kami menjelaskan. Beberapa pertanyaan diajukan oleh Sulli, Vic dan Luna Unnie, namun aku hanya berusaha menyimaknya saja.

“Amber, Soojung, adakah yang ingin kalian tanyakan?” kami saling menatap dan menggelengkan kepala secara bersamaan.

“Jadwal baru kalian sudah kumasukan ke dalam google calendar, dan ini print outnya. Silahkan kalian tinjau ulang, anak-anak” tambah manager kami, Manager Oppa mengetahui password google calendar kami, maka ia telah mempersiapkan dengan rapih.

“Terakhir, adakah yang merasa tidak enak badan? Selain Amber tentunya” Sepertinya semuanya sudah paham dengan keadaan Amber, setelah kuperhatikan lagi sepertinya ia kehilangan beberapa kilogram dari berat badannya. Semua merasa dalam keadaan sehat, sementara Amber seperti biasa, meyakinkan semua bahwa ia baik-baik saja.

Aku dan member lainnya sudah berdiri, kami pamit kepada seluruh staf yang ada di dalam ruangan. Aku berjalan di samping Amberku, kami berlima turun satu lantai. Kurasa semuanya sedang sangat pengertian, bahkan Sulli tak mengganggu aku dan Amber yang berjalan tepat di belakang mereka. Mereka berempat berjalan ke arah pintu depan, seperti biasa mengantarkanku sampai aku masuk ke dalam mobil.

“Vic Unnie, Lunna Unnie, Amber, Sulli anyeong! Sampai jumpa besok, beristirahatlah dengan baik”

“Ne Soojungie, kau juga” aku melambaikan tanganku dan menatap mata Amber untuk terakhir kalinya pada hari ini.

AMBER POV

Semoga ia baik-baik saja sampai rumah. Kami berjalan menuju parkiran, mengeluarkan kunci Chevrolet hitam milik Vic.

Unnie, maukah kau mengendarai mobil ini? Aku sedikit mengantuk”

Arraso” Vic mengambil alih kursi kemudi, Sulli duduk di depan, sedangkan aku dan Luna duduk di kursi belakang.

“Kemana saja hari ini kau, Unnie?” Luna bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari tablet yang ia pegang.

“Hanya bertemu dengan Min” hhhh aku menyodorkan amplop cokelat itu kepada Luna. Ia memandangku kemudian segera membuka isi amplop itu. Matanya terbuka lebar.

“Dimana kau menemukan ini?” ia berbicara hampir tanpa suara. Aku mengambil ponselku, menjawab pertanyaannya melalui chatting, tak ingin Sulli maupun Vic mengetahui pembicaraan kami. Kepalaku terasa sakit, kusandarkan kepalaku pada bahu Luna. Aku pernah berpikir mungkin ini telah berakhir. Tapi sejak hari itu, sejak pria itu pertama kali memberikan kartu pertamanya di England, aku yakin.. ia telah membuat jalan cerita yang tidak sederhana.

Unnie, sudah pagi” Luna membangunkanku. Jika seseorang menjadi sulit tidur ketika ia sedang tertekan, aku sebaliknya, aku akan tidur lebih sering dibanding biasanya, hanya saja aku harus menerima bahwa tidurku dijejali dengan mimpi-mimpi yang melelahkan.

“Ini hari baik, bukan? Besok kau akan menemui keluarga dan teman-temanmu” Luna membantuku untuk duduk, menyodorkanku segelas air putih. Aku meminumnya setengah. Ia kemudian menaruh handuk di bahuku.

“Kami semua sudah mandi, giliran kau” ternyata aku sengaja dibangunkan paling akhir.

“Apakah semuanya sudah di dalam?” ucap Luna sambil menunjuk dua buah koporku. Aku mengacungkan jempolku padanya kemudian berjalan keluar kamar.

“Pagi, Vic” aku menghampirinya yang sedang memasak nasi goreng kemudian membuka mulutku dengan lebar di hadapannya, berharap ia menyuapiku. Perutku terasa lapar. Ia mengambil satu sendok penuh, meniupnya terlebih dahulu kemudian menyuapkannya untukku, aku tersenyum lebar kepadanya. Ia kembali mengambil satu buah sendok, meniupnya dan menyuapkannya lagi untukku, namun setelah itu ia mendorongku ke arah kamar mandi.

Tak lebih dari lima belas menit aku keluar dari kamar mandi, mereka semua terlihat sudah hampir siap namun pada akhirnya, akulah yang selalu selesai lebih awal dibanding mereka. Rambut basahku bahkan akan kering hanya dalam waktu lima menit tanpa alat bantu apapun, dan aku hanya menggunakan krim pelembab pada wajahku dan selesai, sedangkan yang lainnya? Seperti wanita pada umumnya.

“Aku siap”  ucapku sambil membawa dua buah koporku keluar dari dalam kamar. Tak ada yang menjawabku, mereka hanya berlari kesana kemari, aku duduk di sofa, menunggu mereka.

“Apakah semuanya telah siap? Aku sudah menunggu hampir tiga puluh menit di bawah anak-anak, hanya untuk menunggu kalian menjawab bahwa kalian sudah siap, tapi tak seorangpun menjawab” protes manager Oppa. Ia menarik koporku, hendak membawanya ke bawah tapi aku menunjuk kopor memberku, aku membawa koporku sendiri dan menurunkannya ke bawah.

Di bawah sudah disiapkan dua buah mobil, mobil yang satu tak memiliki kursi belakang karena memang disiapkan untuk membawa barang-barang kami.

Aku masuk ke dalam mobil yang satunya. Membuka ranselku dan mengambil ponsel di dalamnya.

“Hallo Krys, apakah kau sudah siap? Lima menit lagi kami berangkat”

“Aku sedang memegang sandwich, menunggu kalian”

“Hanya memegangnya?”

“Tentu saja aku sedang menghabiskannya, Am”

“Apakah kita akan melakukan, hehe.. perjalanan berdua lagi di sana?”

“Kau bercanda, Am? Bagaimana caranya kita meninggalkan member kita sedangkan kau dan aku merangkap tour guide disana”

“Mhhh.. tapi kita jarang sekali memiliki waktu berdua, Krys”

“Setidaknya tidak pergi berdua di Amerika, Am. Lebih baik kau pergi dengan keluarga atau teman-temanmu disana” Vic, Luna dan Sulli sudah sampai, aku pindah ke kursi belakang, Sulli duduk di sampingku.

“Mhhh, begitukan? Baiklah, member sudah di dalam mobil semua, bersiaplah. I love you, Krys”

Okay, I love you too, Am”

I love you, Soojungie” Sulli berteriak di samping ponselku.

“Hahahaa, sampaikan padanya bahwa aku juga mencintainya, Am”

“Jika kau juga mencintainya, lalu apa bedanya cintamu padaku dengan cintamu padanya, Krys?”

“Mmmhh, hanya ada satu perbedaan”

“Katakan apa itu”

“Hanya kau bisa membangunkan ratusan kupu-kupu di dalam perutku” ia memutuskan sambungannya. Aku tersenyum.

“Krys bilang ia juga mencintaimu, Sul”

“Lalu kenapa masih saja dia berpacaran dengan mu, hyung? Kapan aku mendapat giliran menjadi kekasihnya?”

“Ketika kau sudah bisa membangunkan ratusan kupu-kupu di dalam perutnya”

“Itukah yang ia katakan? Padahal ia telah membangunkan  jutaan kupu-kupu di dalam perutku, sungguh tidak bertanggung jawab” aku terduduk tegak, memandang tajam matanya. Sulli tak merespon keterkejutanku, ia malah memejamkan matanya kemudian menutup wajahnya dengan coat yang ia bawa. Choi Jinri, kau benar-benar mencintainya?

KRYSTAL POV

Aku menurunkan barang-barangku, dibantu oleh seorang maid, menunggu mereka di depan lobby apartemenku. Tak lama manager Oppa menghampiriku dan membantuku membawakan koporku. Aku berjalan cepat ke arah mobil yang berisi memberku. Terlihat Luna Unnie membukakan pintu mobil dari dalam.

“Selamat pagi semua”

“Selamat pagi, Krys” mereka menjawab, tapi tak ku dengar suara Sulli, aku menoleh ke belakang. Terlihat Amber dan Sulli yang duduk berjauhan, Sulli sepertinya tidur sedangkan Amber, ia meraih tanganku kemudian menarikku, memintaku untuk duduk di sampingnya. Tapi aku menolaknya dan hanya memberikan ciuman jarak jauh. Kami menuju Incheon, semoga tak terlalu banyak fans yang menunggu kami disana, bukannya aku tak menyukai mereka namun akhir-akhir ini aku merasa semakin tak nyaman karena terkadang mereka bisa menangkap apa yang ada di dalam kepalaku melalui kamera-kamera mereka.

Sekitar satu jam perjalanan yang akan kami tempuh untuk sampai ke Incheon Airport, aku memeluk erat laptop yang ku pegang, entahlah kenapa perjalanan kali ini terasa sedikit berat padahal aku akan kembali ke tanah kelahiranku. Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur dan merasa cemas, kadang beralasan namun lebih sering perasaan itu muncul begitu saja. Di dalam van ini hanya terdengar suara Vic dan Luna Unnie, kuputuskan untuk tidur sepanjang perjalanan.

Unnie, seperti biasa, bangunkan aku lima belas menit sebelum sampai”

Arraso, baby!” Luna Unnie menjawab. Aku tak mau wajah bangun tidurku terlihat jelas dari kamera-kamera yang bahkan bisa melihat lebih jelas di banding mata manusia. Aku menoleh kebelakang sebelum tertidur, oh, kebetulan Amber sedang melihat ke arahku, lalu ku ambil posisi senyaman mungkin untuk tidur. Satu dua tiga.

Mmm dimana ini? Aku terbangun di tengah jalan raya. Tak kulihat matahari tapi cukup terang, mengapa sepi sekali? Aku berjalan cepat ke sisi jalan, membuka pintu sebuah minimarket, tak ada siapapun di dalamnya. Kuambil satu botol minuman dan terlihat tanggal kadaluarsanya 2 juni 2004, what? Lalu ku ambil botol lainnya 14 september 2003. Apa-apaan ini? Aku berjalan mundur, berusaha mengingat-ngingat dimana ini. Terlihat seperti Manhattan, New York. Puluhan bangunan-bangunan tinggi dan ratusan bangunan-bangunan lainnya berada di sekitarku, padat namun tak ku temukan satu orangpun di pusat kota ini.

Aku berlari keluar dan memandangi tengah kota yang hampa. Aku berlari sebisaku, sejauh mungkin sampai akhirnya bertemu dengan sebuah taman dan menghampiri sebuah danau yang ada di tengahnya, syukurlah disini cukup banyak orang, tapi tak kutemui satupun orang yang ku kenal. Aku berputar di tempat, perlahan ku lihat satu persatu wajah orang-orang yang ada di taman kota ini, wajah mereka terlihat buram di mataku, lalu ku fokuskan pandanganku pada satu titik. Ah Amber!

“Amber!” aku berlari ke arah Amber, aku senang bisa melihatnya disini. Aku tahu pasti aku bisa menemukannya.

“Amber!” dia menoleh ke arahku, tapi kembali fokus pada gitarnya, ia bernyanyi, ah Luna Unniepun ada di sini.

“Luna Unnie, sedang apa kalian disini?” Luna Unnie tak menoleh sedikitpun. Tepat di belakangku kudengar suara gitar yang lain, Amber menghentikan permainannya dan bergabung dengan kami, Sulli membawa gitar putihnya dan memainkannya dengan sangat baik, Luna Unnie dan Amber bernyanyi dengan bahagia sedangkan Vic Unnie menari ballet dengan indahnya di samping mereka. Semua orang mengelilingi kami, dan mereka semua tersenyum bahagia, kupaksakan untuk ikut tersenyum.

“Vic Unnie, Amber, Luna Unnie, Sul bisakah aku ikut bernyanyi atau menari?” mereka tertawa terbahak-bahak semua berdiri dan berlari kecil ke arah tengah kota, mereka berempat dan kerumunan orang-orang itu, mereka meninggalkanku. Aku berjalan mundur dan terduduk di sisi danau, kucari pantulan diriku di atas permukaan air, hah? Kenapa tak ada sedikitpun bayangan? Aku maju selangkah, kutenggelamkan tubuhku di danau ini. Aku mulai kehabisan napas, semua kembali hampa, kembali tak kulihat siapapun di tempat ini. Aku sendiri.

“Krysal, Krys” Hhhhh.. Luna Unnie mengendurkan syal yang menutupi hidung dan mulutku. Telapak tanganku basah, aku kelelahan, aku menarik napas dalam-dalam beberapa kali.

“Jangan tidur dengan syal terlilit seperti ini, Krys” aku tak merespon kata-kata Luna Unnie, ia memberikanku sebotol air minum yang langsung ku minum dengan tergesa-gesa.

“Kau menangis, baby?” Luna Unnie menghapus air mataku. Aku menggelengkan kepalaku, menolak untuk ia perhatikan lebih jauh. Aku menoleh ke belakang, Sulli masih tertidur di balik coatnya, aku menarik coatnya agar ia tak sesak napas sepertiku. Lalu kulihat Amber, di waktu yang bersamaan Vic Unnie yang duduk tepat di depan Amber hendak membangunkan Amber namun Vic Unnie malah menatap mataku.

“Ya! Ada apa dengan kalian berdua? Kenapa Anak ini juga menangis dalam tidurnya?” air matanya mengalir bahkan hingga melalui bibirnya. Vic Unnie mengambil tissue dan menghapus air mata Amber baru kemudian membangunkannya. Setidaknya ia tak harus dengan terpaksa menceritakan apa yang ada dalam mimpinya. Amber terbangun dengan sedikit terkejut, aku pura-pura tak melihatnya dan dengan segera membangunkan Sulli, ia menundukkan kepalanya, tak seperti Sulli yang biasanya, ia biasanya akan tersenyum jika wajahku yang pertama ia lihat ketika ia terbangun dari tidurnya. Aku memberikan mereka masing-masing satu botol air mineral dan aku tersenyum selebar mungkin, berusaha membatu menghapuskan mimpi yang mungkin saja mengotori tidur singkat mereka.

Semua merapihkan penampilan masing-masing namun menyerah dan pada akhirnya kami menggunakan kaca mata hitam, aku bahkan membawa kaca mata hitam yang paling gelap, yang sebisa mungkin tak bisa menembus sorotan kamera-kamera canggih yang mereka gunakan. Aku tak ingin mereka melihat mataku sedikitpun untuk saat ini. Aku hanya ingin bertemu dengan banyak orang ketika aku di atas panggung, dimana aku telah mempersiapkan segala hal dengan baik. Kutunggu kalian besok malam, sampai jumpa besok malam.

Sebenarnya sesuai prasangkaku, orang yang menunggu kami datang tak jauh berbeda dengan orang yang melepas kami pergi. Hanya saja di Austin Airport mereka benar-benar berhamburan di depan, di belakang, maupun di samping kami, entahlah kenapa sulit sekali bagiku untuk tersenyum seperti yang lainnya, bahkan Sulli, satu-satunya member yang paling jarang—tentunya setelahku—tersenyum terlihat cukup ramah di hadapan para fans yang telah menunggu kami, entah dari kapan. Dari Austin International Airport kami diantarkan ke Sheraton Hotel, dan tak banyak waktu untuk beristirahat karena seperti biasa, pada pagi hari kami harus melakukan rehearsal. Bisa dikatakan aku tak terlalu menyukai tempatnya, Elysium Nightclub, club biasa yang sebenarnya hanya dapat menampung tak lebih dari tiga ratus orang dengan suasana sedikit gothic namun mereka mengatakan bahwa venue kami sebagai club dance terbaik di Texas, entahlah.

Kami sedang bersiap-siap untuk penampilan kami, karena hotel yang kami tempati hanya berjarak dua menit dari Elysium Nightclub maka kami melakukan seluruh persiapan di hotel tempat kami menginap. Tak banyak persiapan yang kulakukan, bahkan aku menata rambutku sendiri. Kami hanya sedang menunggu Luna Unnie yang sedang mencari ponselnya.

“Anak-anak apakah kalian sudah siap?”Manager kami berbicara di depan pintu. Semua menjawab dengan serentak bahwa kami telah siap. Kami berjalan keluar kamar, turun ke lantai basement kemudian masuk ke dalam van yang sudah siap di depan pintu. Amber memegang tanganku, memintaku untuk duduk di belakang bersamanya, kami merupakan yang pertama masuk ke dalam van. Van melaju dengan kecepatan yang tak seberapa, dari hotel ini kami melaju ke arah ke kiri, bangunan-bangunan disini tidak terlalu padat dan terlihat banyak sekali pepohonan. Van kami melaju semakin lambat dikarenakan lampu merah dan lalu lintas yang cukup padat.

“Luna Unnie, turunlah disini dan lakukan pementasan di tempat itu” acapku sambil menunjuk gedung Austin Symphony Orchestra yang terlihat sangat indah di malam hari. Luna Unnie menegakkan posisi duduknya, bahkan ia membuka kaca van agar dapat melihat lebih jelas.

“Hwoah sepertinya malam ini sedang ada pementasan” ucap Luna Unnie, dilihat dari banyaknya mobil yang sedang mengantri masuk ke dalam parkiran, sepertinya yang ia katakan memang benar.

“Sudah kubilang, turunlah Unnie, haha” aku sedikit mendorong-dorong tubuhnya. Kami hanya melalui satu buah belokan, tepat pada gedung Orkestra tersebut kami berbelok ke kiri dan mulai berjalan di atas Red River Street. Dan masih terlihat cukup banyak kendaraan yang lalu lalang, namun tidak sampai menimbulkan kemacetan. Tak lebih dari dua menit kami sampai ke tempat yang sudah kami datangi pagi tadi 705 Red River Street, Elysium Nightclub. Kami masuk melalui pintu belakang menuju waiting room, Amber masih memegangi tanganku. Kami duduk di salah satu sofa besar berwarna hitam. Ruang tunggu yang cukup nyaman bagiku.

May I drink a little, dear?” Amber mengangkat kedua alisnya di hadapku, aku tahu, ia ingin memberikan penampilan terbaiknya namun kesehatannya sedang sedikit terganggu.

Why not” jawabku, Amber memesan minuman melalui panitia acaranya yang berjaga di dalam ruang tunggu kami.

“One martini, please, May you shaken it not stirred?” ia meminta kepada orang tersebut.

“Oh but the taste will different, not as good as if it stirred, miss”

“Yeah, it’s okay”

“Would you like green olive or lemon peel for the garnish, miss?”

“Green olive, please” aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Seluruh Persiapan sudah selesai, kita hanya sedang menunggu untuk acara dimulai.

“Are you in a good mood, miss?” Amber mengusap-ngusap kepalaku yang kusandarkan di bahunya.

“Not sure, how about you, sir?” aku mengangkat kepalaku dan menatap wajahnya.

“I think yes, Im in a very good mood but I feel a bit tired that’s why I ordered a martini, khekhe” ia tersenyum dengan sangat baik, setidaknya bisa membantu memperbaiki suasana hatiku yang entah kenapa akhir-akhir ini sering sekali tidak bersahabat denganku.

Pesanan Amber datang dengan cepat, ia menghirupnya terlebih dahulu kemudian mengambil green olive yang tenggelam di dalamnya. Ia menghisap dan sedikit mengigit buah itu lalu menyingkirkannya dari mulutnya, kemudian mulai meminumnya sedikit demi sedikit.

“Aa..” aku membuka mulutku, begging her to give me some. Ia menggeleng namun aku tak berhenti menatap segelas minuman yang sedang ia nikmati. Ia mendekatkan gelas yang di pegangnya ke bibirku, haha akhirnya ia menyerah. Slurrrp..

“YAAA AMBER!!!” Vic Unnie melempar kepala Amber dengan gulungan kaus kaki. Vic Unnie berdiri dan menghampiri Amber kemudian mengambil gelas dan menyingkirkannya sebagai hukuman karena ia telah memberiku satu teguk minuman yang seharusnya belum boleh ku konsumsi.

Tak lama kami diminta untuk bersiap-siap naik ke atas panggung, namun salah satu panitia menghampiriku, mengantarkan satu buah surat untukku dengan stampel berwarna merah bertuliskan.

FOR YOUR EYES ONLY

What is it? Aku menyimpannya di dalam tasku dan segera berbaris di back stage bersama yang lain, untuk segera menyelesaikan pekerjaanku dan membaca surat itu.

Dear, Krystal

Perkenalkan aku Murray. Seseorang yang sebenarnya pernah kau temui, tapi aku memaklumi jika saat itu kau mengabaikan keberadaanku. Bagaimana kabarmu saat ini, nona? Kuharap kau selalu dalam lindungan Tuhan.. Baiklah, aku tak ingin banyak basa-basi. Kau masih ingat kejadian bola baseball di England yang menghancurkan kaca restaurant Gallant Endeavour yang kau singgahi beberapa bulan yang lalu? Dan tentunya luka dipunggungmu belum sembuh sempurna, bukan? Haha kau benar, kejadian-kejadian itu bukan sesuatu yang tidak disengaja.

Sayangnya kau masih beruntung, Dun Aengus, Irlandia. Seharusnya aku melakukan sesuatu terhadap dirimu di tempat itu, tapi sungguh, kau sungguh beruntung, Nona, aku sedang sibuk saat itu, padahal seseorang telah menghabiskan puluhan ribu euro untuk membuat tiket diskon palsu tersebut, itu sebenarnya sama sekali bukan potongan harga, ia membayar 50% sisanya dengan uangnya sendiri. Haaaah niat jahat terkadang memang tak terlaksana dengan mudah.

Kau tahu semua kejadian tersebut memiliki sangkut paut dengan (Hahaha, beri aku waktu untuk tertawa terlebih dahulu), kekasihmu.. Semua terjadi atas izin kekasihmu. Ya Amber Liu itu. Aku hanyalah rekannya, she’s a plan maker sedangkan akulah eksekutornya, Princess Jung yang cantik.

Aku tahu tak akan semudah itu kau mempercayai ucapanku. Maka datanglah ke alamat ini, sayang. Houston, South Broad Street nomor tiga ratus lima belas. Aku akan menyambutmu dengan baik, bawalah polisi bermobil-mobil jika kau mau, laporkanlah aku. Aku berkerja tanpa menyisakan sedikitpun bukti, jika memang kau memiliki bukti, tentu Ambermulah yang akan dihukum lebih berat, ingat, aku hanyalah seorang eksekutor.

Dan aku tahu kau pintar, manis. Tak mungkin aku memberi pesan ini tanpa satu tujuan bukan? Aku memiliki satu tujuan yang jelas, dan kupastikan kau akan baik-baik saja jika bertemu denganku. Aku telah berhenti menjadi eksekutor kekasihmu dan menikmati hidupku di rumah mungil yang nyaman, tepat pada alamat yang sudah ku sebutkan di atas.

Sekali lagi, bawalah polisi, bawalah pengawal atau apapun itu, aku benar-benar tak memiliki masalah dengan mereka. Pergilah bersama Ambermu itu, Nona.

Pukul lima sore, okay? Karena aku tak suka dengan matahari siang. Sampai jumpa.

 

Your faithfully

Murray

Aku menyimpan surat itu di saku dalam coatku, seperti pesannya kepadaku “For Your Eyes Only”. Entah mengapa aku ingin sekali mengikuti permanian orang ini. Akupun tak paham mengapa ada sedikit rasa lega di hatiku mengetahui bahwa memang ada seseorang dibalik semua kejadian ini, sesuai dugaanku. Aku tak mengatakan bahwa aku percaya penuh saat orang itu berkata bahwa Amberlah the plan maker, tapi akupun tak membuang mentah-mentah kalimatnya mengingat beberapa kejadian yang seharusnya tak diketahui orang lain tapi bisa ia ketahui dengan baik.

Kejadian aku di panah mungkin saja bisa diketahui beberapa orang, setidaknya orang-orang di perusahanku yang tahu mengenai hal ini bisa saja menyebarkan beritanya ke banyak orang. Tapi England? Saat seseorang melemparkan bola baseball itu?? Memang Amber menceritakannya kepada siapa? Aku sungguh tak menceritakannya kepada siapapun. Dan ada dua kejadian lain dimana bahkan sebelum Murray mengirimkan surat ini, aku telah membuat labirin sendiri di kepalaku dimana aku berada di dalamnya sedangkan Amber berada di depan pintu keluarnya. Hari ini, sesuai permainan Murray aku mengajak kekasihku untuk seperti sebelumnya, mengikuti kemana aku pergi.

Aku meminta nomer telepon taxi dari resepsionis hotel yang kuinapi, kemudian berbicara secara pribadi dengan driver yang akan mengantarku untuk memastikan apakah ia bisa mengantarkanku ke tempat yang tepat. Namun tujuan utamanya adalah agar alamat yang kusebutkan tak diketahui sebelumnya oleh Amber. Entahlah mengapa aku ingin sekali menjalankan permainan ini.

Taxi telah menunggu kami di depan hotel, aku berjalan dengan perasaan yang campur aduk dan Amber berkali-kali menatapku dengan ekspresi penuh tanda tanya. Kami memasuki taxinya.

“Selamat siang, Nona. Kita akan berangkat ke tempat yang telah nona sampaikan sebelumnya, apakah ada perubahan?”

“Tidak ada perubahan, pak” aku ingin sekali tidur disepanjang perjalanan, hanya ingin membuat diriku lupa sementara bahwa aku akan menghadapi sesuatu yang, aku tak tahu, aku merasa hari ini hari dimana aku bisa mendapatkan semua jawaban dari kebingungan-kebingunganlu selama ini.

“Krystal..”

“Ya, Amber?”

“Kenapa kau tak terlihat ceria? Biasanya matamu akan berbinar-binar sepanjang perjalanan ketika kau ingin mengajakku ke suatu tempat”

“Tak apa, mungkin aku sedang dalam fase over exhaustion. Mmm.. Amber..”

“Hm?”

“Jika aku pergi sekarang apakah kau sudah siap?”

“Soojungie jin-jja waegurae?!” Aku tak menjawab. Kepalaku terasa berat, aku merogoh sakuku untuk mengambil ponsel dan mencari recent log. Aku menghubungi kakakku.

Unnie, apakah kau sudah selesai latihan?”

“Tak apa, aku hanya ingin menghubungimu saja, aku sedang dalam perjalanan ke suatu tempat”

“Aku bersama Amber”

“Ya.. sedikit. Mmm Unnie, kau tahu semalam aku membuka youtube dan mendapati kau sedang menangis? Aku tak suka melihatmu menangis Unnie. Kumohon setidaknya kau tak perlu menangis untukku”

“Tak apa Unnie, mungkin karena aku sedikit mengantuk. Sampai jumpa, as soon as we can

I love you more, Unnie. Kisskiss

“Ne..” Sica Unnie belum selesai latihan. Tapi ia memasang ringtone yang berbeda jika aku yang menghubunginya sehingga ia tak akan pernah mengabaikan satupun panggilan dariku jika ia sedang tak bekerja.

“Amber Unnie, aku ingin tidur”

“Ini ke empat belas ribu kalinya, Krys aku ingatkan kau agar tak memanggilku dengan ‘Unnie’”

“Okay! Kupastikan ini terakhir kalinya aku memanggilmu dengan sebutan itu”

“Tidurlah..” Amber memelukku dengan sangat baik, inilah bagian terburuk dari mencintai seseorang, meskipun ia yang paling menyakitimu, namun ia pulalah satu-satunya penyembuh yang sempurna dari rasa sakit itu. Aku tak mengatakan bahwa Amber menyakitiku, setidaknya belum terbukti. Sebelum aku menutup mataku untuk tidur kusempatkan untuk melihat gedung besar di sebelah kananku, Austin Police Department .

“..bawalah polisi, bawalah pengawal atau apapun itu, aku benar-benar tak memiliki masalah dengan mereka..”

Kumohon tuan-tuan polisi yang baik hati, temanilah aku tanpa harus aku minta. Tapi mereka bukan Tuhan, Soojung. Maka berdoalah saja. Dan kau Amber, jangan lupa untuk membangunkanku lima belas menit sebelum sampai. Aku tidur dulu.

Amber POV

“Datang kesini untuk suatu pertunjukkan besar, Nona?” aku tak mengerti yang ia katakan. Namun jawabannya aku tak tahu untuk apa aku kesini. Ia berbicara dengan suara berdengung yang membosankan sehingga aku memiliki kesulitan untuk memaksakan diriku agar beramah tamah dengannya. Tepat setelah kita keluar dari Southwest Freeway menuju Smith Street barulah aku menyadari adanya keramaian yang semakin jelas. Suara hiruk pikuk itu datang dari massa yang berkumpul seperti demonstrasi besar berisi orang-orang yang mengamuk dan menggila.

“Hanya sampai disini saya dapat mengantar anda berdua” aku mendongakkan kepalaku dan menyadari apa yang terjadi. Terlihat pemandangan yang luar biasa. Kulihat ribuan orang berteriak-teriak, memakai berbagai jenis topeng, menyamar sebagai naga, buaya dan segala jenis dewa-dewa berhala, memenuhi jalanan bahkan trotoar dengan suara yang sangat ricuh. Mereka melakukan tarian, memainkan musik, membentuk sebuah karnaval gila. Krystal terbangun dan sama terkejutnya denganku.

“Lebih baik anda berdua turun sebelum mereka membalikkan dan membakar taxi ini”

“Pawai Mardi Gras terkutuk!” ia menambahkan.

Tentu saja ini bulan dimana seluruh kota merayakan permulaan bulan Puasa Masehi. Kami keluar dari taxi dan berdiri di trotoar. Krystal memegang tanganku dengan sangat erat dan sesaat kemudian.. kami tersapu arus massa yang berteriak-teriak dan bergerak tak tentu arah.

Hari ini adalah hari Sabbat Hitam para penyihir yang dengan penuh nafsu dan kemarahan yang luar biasa memanaskan seisi kota. Detak jantungkku berdetak cepat. Dalam waktu sekejap Krystal ditarik oleh beberapa orang bertopeng, ia direbut dari tanganku, dan seketika aku bahkan tak bisa mendengar suaraku sendiri, aku tak bisa melihatnya sama sekali. Ia hilang.

Aku berusaha berlari ke arahnya tapi beberapa orang bertubuh besar menarik kakiku, mereka menyeretku kemudian mengikatku dan menyiramiku entah dengan apa, aku meronta, berusaha membebaskan diri tapi aku tahu hal itu mustahil. Aku terkepung, terjebak dan menjadi bagian dari karnaval ini. Dalam waktu yang tak bisa kupastikan berapa lama akhirnya gerombolan tersebut mengalir ke tempat lain. Aku melepaskan ikatanku, berusaha berlari cepat ke arah Krystal di tarik.

Ya Tuhan. Aku jatuh berlutut, menyadari seseorang yang sangat kucintai tergeletak di tengah jalan tak sadarkan diri, ia bersimbah darah, aku merangkak mencari di bagian tubuh mana sumber darah itu mengalir dengan deras seperti ini. Tanganku bergetar hebat. Aku harus mengikat lukanya agar darahnya berhenti, Jesus dimanakah letaknya luka menganga itu?

Suhu tubuhku menurun drastis, mendapati bahwa sisi kiri lehernyalah tempat darah itu mengalir deras. Bagaimana cara aku mengikat pembuluh darah besar yang ada di lehernya ini??

“HELP ME!!”

“MAYDAY!!” suaraku bergema, tak kudapati satupun orang di kota sebesar ini.

Krystal.. Krystal maafkan aku.

T.B.C

One Chapter left.

 

Forfeit the game

Before somebody else takes you out of the frame

And puts your name to shame

Cover up your face

You can’t run the race

You just won’t last

 

You love the way I look at you

While taking pleasure in the awful things you put me through

You take away if I give in

My life my pride is broken

 

You like to think you’re never wrong

You have to act like you’re someone

You want someone to hurt like you

You want to share what you’ve been through

 

You love the things I say I’ll do

The way I hurt myself again just to get back at you

You take away when I give in

My life my pride is broken..

Linkin Park- Points of Authority

52 responses »

  1. Huaaaa ….
    Gila tuhh orang2 yg nylakain baby jung …
    Mksud dri si murray yg blang klu amber lakh yg mnytujui krystal claka tuhh bkin q pusing nie …

  2. Knp cerita y jd sadis gini? Sadih gk sh kl krys luka d leher? sapa yg nyambit oiii? Gw laporin jessi tw rasa lo..hahahaha

    Btw si amber rajin amat ya ngitungin krys bilang dy unnie, udah keberapa kali y ya tadi? Aaahh empat belas ribu kali..hahahaha

    maaf ye komenan gw selalu gk jelas..hehe

  3. kak ini mah bikin penasara aja , hadewh jangan sampai baby jung terluka parah , dan apa keterlibatan amber dengan kasus ini ? apa karna sulli atau akh sudah lah aku tak mau menebak nebaknya~ terima kasih udah update cepat kak 🙂

  4. wow pnjang bgt, seru thor.
    Krystal napa tuh, slamat gk*kya’a sih slamat,kan peran utama* bkin pnasaran, d’tunggu next’a

  5. haaa ada apaan lagi ini, soojung bertahanlah huhuhu..
    siapa sih dalang dibalik semua ini? sampe tega2nya melukai soojung dan amber.. apa jangan2 Suzy ya thor? haahh tau ahh

    cepet update ya thor 🙂

  6. waduh. .bner2 ga tega liat krystal. gw kira disini yg bakal kesiksa amber soalnya kan dia sakit. tapi salah kyagnya.
    tor jgan bkin yg sad ending ya. gw ga mau ada yg mati,.
    haha maksa.
    lanjut terus tor, smga krytal cma pura2 berdrah aja de

  7. waduh what happend with them??? :O
    smoga itu hanya mimpi buruknya Amber {}
    dont make something bad happen for both of them, author 😦

  8. apa maksudnya amber sebagai pelaku utama ? dan murray sebagai eksekutor ?
    what happened ?
    aigoo…baby jung o_O

  9. Hadeeehh. . .lagi2 ad mslh. . .krys knapa ituu. . .waaah bnrn tu orng yg ngebuat krys ampe gtu. .tuu orng edaaann. . .hihihihi. . .btw, ituu perayaan apaan ituu? Emng prayaan mcm tu ada??. . .hehe

  10. aku ketinggalan trnyata uda update….
    wwiii..tu orang2 uda pada gila apa ya nyiksa KryBer sampe segitunya
    baby jung mudah2an dia slemat ya…
    1 chap lagi tamat ya thor…gk terasa ya 😀
    lanjut next chap thor and mudah2an gk lama 😀

  11. Huaaa.. Unnie.. Itu maksud’na apa kalo Amber lah yg jadi “the plan maker”..
    Trus itu Krys lehernya kenapa?
    Penasaran.. >,<

  12. Mungkinkah diriqu yg trakhir?? Lama gk prnah mmpir ksni eh taunya udh ktinggalan berchapter-chapter lmanya.. Andwae.. Baby jjung knapa nih?? Msih bingung dngan surat dri murray.. Mksdnya apaan nih,, dan murray tuh siape? Tpi aq tw, sypa d balik smua ini,, pzti dy adalah.. Dirimu kan author..?! Kan dy yg bkin critanya,, pzti author nih dalangnya.. *apadah-_-”
    sudahlah skian cuap”(?) dari sy, ya mskipun komenannya gk bermutu sma skali,, see u next chap.. 😀 *lambaitangan

  13. Aaarrh. .aw aw awesome. Haha
    it’s really great story.
    I always look it forward and hope u write a next chapter faster..kekekeke 🙂

    but, unfortunately i can’t find the 9th chapter of this story anywhere. Could it be lost or hiding?
    How poor i am who can’t read it.

  14. gila tuh org, siapa yg celakain krystal? Mksd pesanny itu amber d blik smua ini? Gw gk prcya ma pesan si murray itu walopun pesanny scra tak lngsng mngatakan amber..

Leave a reply to louiselouisaa Cancel reply